Aron berlari menuju arrival hall menghampiri Tian yang juga sedang menunggu kedatangan Joan dan keluarganya
“Udah keluar, Yan?”
“Masih nunggu barang dulu kayaknya”
Aron mengangguk sambil matanya yang tak berhenti menatap pintu kedatangan. Nyaris 30 menit lamanya mereka menunggu, hingga Tian kemudian bersuara “Ron, itu ansel, joan”
Mata bulatnya bergerak mencoba melihat arah yang Tian tunjuk hingga kedua manik hitamnya bertemu dengan manik coklat itu, manik coklat indah yang nyatanya bahkan setelah 2 tahun lamanya mereka tidak bertemu masih bisa membuat jantungnya berdebar dengan gila
Aron tidak bisa menahan senyumnya ketika Ansel di sana melambaikan tangannya berlari dengan koper di tangannya membuat Aron ikut mendekat membuka tangannya, menyambut tubuh mungil Ansel yang kini sudah masuk ke dalam pelukannya
Keduanya berpelukan, memejamkan mata sambil menikmati kehangatan yang mereka berikan satu sama lain. Ansel dengan senang menghirup bagaimana aroma tubuh Aron selalu bisa membuatnya merasa tenang, pun Aron yang juga menikmati bagaimana dirinya dan juga Ansel bisa saling mendekap satu sama lain
Kini jarak sudah tidak lagi memisahkan mereka, dan Aron merasa bahagia ketika dirinya lagi-lagi berhasil membawa Ansel ke dalam pelukannya
Cukup lama mereka saling berbagi kerinduan, Aron akhirnya memutuskan untuk melepas pelukan mereka. Menatap wajah lelah Ansel sembari merapihkan anak rambut pria mungil itu
“Kok bisa ya, padahal cuma dua tahun gak ketemu”
“Huh?”
“Tapi kenapa malah tambah kecil ya, bukannya tanbah tinggi?”
“Mas Aron!” Ansel memukul dada bidang Aron pelan sementara Aron sendiri hanya tertawa kecil sebelum kemudian memegang kedua tangan yang lebih kecil, menatapnya dalam sebelum membiarkan tangan si mungil menyentuh dada bidangnya
“Kamu makin cantik, saya sampe deg-degan gini liat kamu”
Ansel mencoba menahan senyumannya sementara pipinya mulai merona membuat Aron terkekeh kembali memeluk tubuh mungil itu sambil sesekali mencium pucuk kepalanya
“Saya kangen banget sama kamu, Ansel”
“Aku juga, mas. Asal kamu tau, aku tuh setiap malem melukin jaket yang sengaja kamu tinggalin itu tau ngga?”
“Setiap malam?”
Ansel mengangguk
“Udah dua tahun gak dicuci berarti ya?”
Ansel memberi jarak, menjauhkan wajahnya dari dada bidang sang kekasih tanpa melepas pelukannya hanya untuk tersenyum mendongak dan menatap kekasih hatinya itu
“Engga, biar baunya kamu gak ilang”
Aron terkekeh, memberikan kecupan singkatnya pada hidung sang kekasih “Jorok”
Namun Ansel hanya tertawa kecil sebelum kembaluimenenggelamkan wajahnya pada dada bidang Aron. Aron sendiri tak keberatan, membalas pelukan Ansel dengan tulus hingga Tian, Joan, dan keluarganya berjalan mendekat
Melihat itu, Aron melepas pelukannya menyalami kedua orang tua Joan sebelum kemudian menatap Joan yang kini berdiri berdampingan, bergandengan tangan dengan Tian
“Saya belum ngucapin ini secara langsung, tapi selamat ya Joan, sudah menyelesaikan studinya dengan GPA tertinggi, gak heran, di JIS juga dulu nilai kamu sama Rio memang yang paling menakjubkan”
“Hehe, makasih, pak”
Aron hanya tersenyum kali ini memusatkan perhatiannya pada Sisi dan juga Teo – orang tua Joan – yang kini tengah menatapnya dan juga Ansel
“Jadi, gimana? Sudah kamu pikirkan matang-matang, sayang?” Sisi bertanya menatap Ansel dengan lembut, sementara Ansel mengangguk mengiyakan
“Udah, bunda sisi, Ansel bakal tinggal di rumah nemenin bunda”
Sisi hanya mengangguk sebelum kemudian menarik Ansel ke dalam pelukannya, pun Ansel yang dengan senang hati membalas pelukan hangat itu
“Jaga diri baik-baik ya, sayang. Jangan sampai sakit, harus makan teratur, minum vitamin juga, yang paling penting jangan lupa untuk terus hubungi bunda ya—”
Ansel mengeratkan pelukannya ketika dirinya bisa dengan jelas mendengar bahwa Bunda sisi mulai terisak pelan
”— kamu udah bunda anggap seperti anak bunda sendiri, jadi jangan lupain bunda ya, sayang?”
Mendengar itu Ansel juga mengangguk menitikkan air matanya
“Gak akan pernah bunda, Ansel gak akan pernah lupain bunda sisi, bunda yang selalu ada di setiap proses penyembuhan Ansel, makasih ya bunda, makasih untuk segalanya, Ansel sayang banget sama bunda”
Sisi mengangguk, melepas pelukannya sebelum kemudian mencium kening Ansel dengan lembut dan tersenyum setelahnya
Kemudian Teo – ayah Joan – juga mendekat, bergantian memberikan pelukannya pada Ansel “Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi ayah ya, nak. Ayah selalu siap kalau Ansel butuh, hm?”
Dalam pelukannya Ansel mengangguk “Makasih, ayah” sebelum kemudian dirinya melepas pelukan pria paruh baya itu
Lalu kini dirinya bergantian menatap Joan yang juga tersenyum, mendekat dan memeluk Ansel dengan tulus
“Sama kayak ayah sama bunda yang udah nganggap lo sebagai anaknya, gue di sini udah nganggap lo sebagai kakak gue, Ansel. Jadi, jangan pernah sungkan hubungi gue kalau lo butuh gue, okay?”
“Joan, makasih banyak ya karena udah nemenin dan selalu ada di sisi aku, kalau gak ada kamu, mungkin aku udah nyerah waktu itu”
Joan mengangguk sebelum kemudian melepas pelukannya “Bahagia selalu ya, sel. Gue sayang banget sama lo”
“Aku juga, joan”
Setelah itu, semuanya saling berpamitan, pun Aron yang mulai membantu Ansel untuk memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi. Setelah memastikan tak ada yang ketinggalan, keduanya masuk ke dalam mobil
Aron meraih tangan Ansel menatapnya dengan lembut “Siap, sayang?”
Ansel mengangguk dan Aron mulai menjalankan mobilnya untuk membawa keduanya ke kediaman orang tua Ansel