Aron mengacak rambutnya frustasi, ia sudah berusaha mencari Ansel ke setiap sudut di rumah sakit bahkan hingga ke bangsal anak sekalipun, namun tidak sedikitpun Aron menemukan Ansel di sana, bahkan meski hanya sebuah jejak
Suasana begitu sendu, Ares juga tak henti-hentinya mencoba untuk menerima update dari anak buahnya untuk mencari di luar sekitaran rumah sakit barangkali anakanya lari ke luar rumah sakit
Hingga Joan masuk, tergesa menatap siapapun yang ada di ruang rawat inap Ansel “Rooftop, cctv rumah sakit nunjukkin Ansel naik ke atas, rooftop”
Dan Aron tidak butuh waktu lama untuk segera berlari secepat yang ia bisa, air matanya tertahan, ia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa jika harus kehilangan Ansel
Hingga pria itu dan yang lainnya akhirnya tiba, dan Ansel di sana, terduduk di pinggir menatap hampa dengan salah seorang dokter dan beberapa perawat yang berusaha membujuk Ansel untuk turun dari sana, namun Ansel seolah tuli, pria mungil itu hanya tetap duduk di sisian tembok menatap hampa udara di depannya dengan tatapan kosong
“Ansel”
Dan suara Aron ternyata cukup untuk membuat Ansel mengalihkan perhatiannya, menatap pria itu cukup lama sebelum kemudian beralih menatap satu-satu setiap orang yang ada di sana, orang tuanya, Joan, Rio, Tian, Kenneth, Dokter Isha, dan berakhir menatap Aron
Setelah itu, Ansel tersenyum kembali menatap udara hampa di depannya sebelum kemudian menatap langit di atasnya
“Kalian pasti lagi nungguin aku loncat ya?”
Aron menggeleng meski Ansel tak melihatnya “Aku emang mau loncat kok, emang sengaja nunggu kalian ke sini dulu hehe, seru gak main petak umpetnya?”
Ansel terkekeh, tapi semua yang ada di sana tahu, Ansel sama sekali tidak bahagia, matanya mengatakan segalanya, anak itu sangat terluka, sangat sangat terluka
Perlahan Aron mendekat, dan pergerakannya ditangkap jelas oleh Ansel membuat pria mungil itu lagi-lagi terkekeh
“Uh? Mas Aron ngapain deket-deket? Mau dorong aku?”
Aron jelas menggeleng, namun secepat itu juga Ansel berdiri membuat semua orang menjerit takut, takut bahwa Ansel benar-benar akan loncat dari sana
“Sabar dong, mas. Sebentar lagi aku loncat kok...”
Melihat pergerakan Ansel, Dokter Isha – dokter psikistri – Ansel mendekat ke arah Aron, menahan pria itu untuk lebih dekat atau semakin membahayakan Ansel
“Ansel, turun ya, kamu gak akan dapet apa-apa selain rasa sakit ketika kamu jatuh, di bawah sana sama sekali gak menyenangkan...” dokter Isha mencoba bicara namun Ansel menggeleng
“Di bawah emang gak menyenangkan, tapi bakal menyenangkan karena aku bisa ketemu semua orang—”
”— aku bisa ketemu kak Leon, kak Melan, dan anak aku —”
Matanya berlinang, kali ini beralih menatap Aron “— ketemu anak kita”
Dan tepat ketika maniknya bertemu dengan manik milik Aron, Ansel menitikkan air mata, sementara Aron masih dalam keterkejutannya dengan apa yang Ansel ketahui, pun semua orang yang sama terkejutnya dengan Aron
”—aku udah terlalu banyak dosa, aku udah bunuh kakakku dan buat orang tuaku sedih, aku udah bunuh kak melannya mas aron, bahkan aku udah bunuh anakku sendiri—”
”—di atas sana, nanti kalau aku ketemu mereka, aku mau minta maaf, aku mau bilang sama kak leon kalau ayah sama bunda sayang banget sama dia, aku mau ketemu kak melan dan bilang kalau mas aronnya merasa kehilangan banget di sini, aku mau minta maaf karena harus ngejauhin dia dari mas aron, dan aku mau minta maaf sama anakku karena mereka harus pergi sebagai anakku—”
Ansel terdiam untuk beberapa saat, sebelum kemudian kembali bicara “—banyak hal yang harus aku tebus, banyak nyawa yang harus aku tebus, apa yang aku lewatin di dunia gak pernah cukup buat mereka yang ditinggalkan, jadi, nyawa emang harusnya dibalas dengan nyawa kan?”
“Engga”
Kali ini Ares bersuara, semua orang menoleh termasuk Ansel yang kini menatap ayahnya sudah menangis
“Gak ada nyawa yang perlu ditebus, gak ada, siapapun, gak ada. Nak, ayah minta maaf, ayah tau ayah udah jahat sama kamu, kamu bisa hukum ayah sesuka kamu tapi engga dengan cara kayak gini, cukup ayah dan bunda kehilangan Leon, ayah gak mau kehilangan kamu”
Dan yang dilakukan Ares selanjutnya membuat semua orang terdiam ketika pria itu duduk berlutut memohon kepada anak bungsunya
“Ayah mohon nak, jangan begini, ayah gak mau kehilangan anak ayah lagi”
Dan Ansel kembali menitikkan air matanya
“Ayah bilang, aku bukan anak ayah lagi—”
Ares menggeleng
”—ayah bilang... Harusnya hari itu aku yang ada di posisi kak leon—”
Ares menggeleng, terisak pelan menyesali kebodohannya di masa lalu
”—ayah bilang... Aku cuma anak yang gak berguna—”
“Ayah minta maaf nak, ayah minta maaf, ayah salah, kamu selalu jadi anak ayah, kamu anak yang ayah cintai, ayah minta maaf, sayang. Turun ya, ayah mohon”
Namun Ansel menggeleng “Aku capek ayah”
“Aku capek harus hidup kayak gini—”
”—bukannya kalau aku pergi dan nebus nyawa semua orang, itu lebih baik. Aku lepas dari semua rasa sakit aku, kalian juga bakal puas bahwa pembunuh ini juga akhirnya mati, pembunuh yang gak pantas hidup dan dicintai ini akhirnya pergi—”
“Ansel, berhenti, saya mohon”
Aron juga sudah menangis di sana, meminta Ansel untuk berhenti mengatakan apapun
“Cukup, gak ada yang harus pergi, gak ada yang harus ditebus. Saya minta maaf, buat semuanya, buat semua rasa sakit yang kamu rasain, saya minta maaf, kita semua adalah orang yang seharusnya nebus rasa sakit kamu, bukan kamu, setelah ini saya janji, kamu gak akan pernah ngerasain semua itu, gak akan ada yang ninggalin kamu lagi, kamu punya orang tua kamu, kamu punya saya...”
”— kamu juga bilang begini sebelumnya, mas, kamu bilang aku orang yang berhak bahagia, kamu bilang kamu bakal selalu di sisi aku, kamu gak akan pernah ninggalin aku, tapi kenyataannya gak kayak gitu, kamu ninggalin aku, bukannya kamu balik setelah aku bilang aku bakal nebus nyawa kak melan?”
Aron menggeleng
“Kamu gak ada kabar berminggu-minggu, tapi setelah aku bilang aku mau nebus nyawa kak melan, kamu datang... Mas, bukannya itu nunjukkin kalau memang kepergian aku yang kamu mau?”
Aron menggeleng keras namun Ansel memalingkan wajah, pria mungil itu melihat ke bawah membuat dokter Isha dan beberapa perawat mulai mendekat perlahan
“Ansel lo gak mikirin gue sama rio, kita berdua selama ini apa buat lo, lo kehilangan banyak hal tapi lo ga pernah kehilangan kita berdua, ansel gue mohon jangan kayak gini” Joan menangis namun Ansel menulikan pendengarannya, pria mungil itu hanya terus menangis dalam diam sebelum kemudian menutup matanya
Dia tidak bisa lagi hidup seperti ini. Ansel lelah, ia benar-benar lelah, ia hanya ingin pergi dan bertemu dengan Leonnya serta membayar semua dosanya
Hingga di atas perbatasan tembok itu, Ansel melangkah kecil membuat semua orang menjerit, matanta tertutup dan dengan cepat pria mungil itu menjatuhkan diri
Namun, pergerakan Aron lebih cepat dari siapapun, pria itu dengan sigap menarik Ansel hingga tubuh rapuh itu jatuh menimpanya, Aron bahkan tidak memperdulikan bagian kepalanya yang terbentur atap, yang ia pikirkan adalah bagaimana ia harus menahan dan memeluk Ansel dengan erat
“Lepasin aku, jangan gini tolong aku capek, lepass”
Dan secepat itu juga perawat bergerak, tanpa punya pilihan kembali memberikan bius yang dengan cepat membuat Ansel kembali tidak sadarkan diri
Aron terisak pelan memeluk tubuh Ansel dengan erat. Ia tidak akan kehilangan lagi, cukup melan dan calon anaknya dengan Ansel, Aron tidak akan pernah sanggup kalau dirinya harus kehilangan Ansel juga
Hari itu semuanya dipenuhi tangisan, dan Ansel dikembalikan ke ruang rawatnya lagi dalam keadaan terikat.