“Ayah!!!”

Chanyeol tersenyum melihat wajah Yuan terpampang jelas di layarnya, dengan tudung besar bergambar karakter donald duck di kepalanya

Baekhyun sendiri mengarahkan layar ponselnya penuh ke arah sang putra, sengaja agar anaknya memiliki waktu lebih banyak untuk melihat sang ayah

“Ayah! Ayah liat topi Yuan—” dengan semangat anak itu menunjukkan tudung bebek miliknya, menatap Chanyeol dengan binar “—Yuan lucu?”

Chanyeol sendiri tersenyum mengangguk menanggapi “Anak ayah lucu, ganteng”

“Ehehehehe kayak ayah— kata daddy kan kita milip”

Lagi, Chanyeol hanya tersenyum lebih fokus memandang wajah putranya. Hanya saja ia masih tidak bisa percaya bahwa dirinya masih berkesempatan untuk melihat langsung putra kandungnya, dia begitu bahagia karena dirinya masih berkesempatan untuk memiliki waktu berbicara seperti ini dengan anaknya

Entahlah, di lubuk hatinya ia merasa tidak pantas, setelah semua yang dia lakukan, Tuhan masih berbaik hati memberikannya hal yang sangat patut untuk disyukuri, apalagi melihat bagaimana anak kandungnya benar-benar nyaris 100% replika dirinya di masa kecil

Baekhyun pasti benci dengan fakta itu. Pikirnya.

Hingga fokusnya kembali, kali ini mencoba bertanya “Anak ayah kenapa jam segini masih bangun, hm?”

“Yuan ngga bisa tidul, mamain”

“Mau main?”

“Ngg!” Yuan mengangguk semangat membuat Chanyeol hanya terkekeh, pun Baekhyun yang tanpa sadar tersenyum melihat interaksi ayah anak di depannya “Ayah— ayah kan bilang tadi mau main sama yuan kapan aja, terus kenapa pelgi, kok gak nginep sini?”

Baekhyun hanya menghela nafas pelan sementara Chanyeol hanya bisa tersenyum maklum, paham bahwa anaknya memang belum mengerti apapun

“Ayah gak bisa nginep, sayang”

“Kenapa?” dan Chanyeol merasa sedih ketika melihat raut wajah anaknya berubah sendu, bahkan perkataannya terdengar lirih, Chanyeol sendiri terdiam beberapa saat mencoba mencari alasan yang setidaknya mudah bocah dua tahun lebih itu pahami

“Ayah kan, kerja...”

“Daddy juga kelja tapi pulang setiap hali”

Chanyeol hanya tersenyum lirih, lagi-lagi perasaan bersalah itu muncul. Andai saja dulu dia tidak bertindak bodoh, mungkin Yuan tidak akan pernah menghadapi situasi membingungkan seperti saat ini, mungkin dia akan memiliki keluarga kecil bahagia saat ini

Chanyeol menghela nafas pelan, namun berusaha tetap tersenyum sementara anaknya kembali bicara

“Emang ayah kenapa gak disini?”

“Kalo ayah di sana tidurnya gimana?”

“Belempat! Kita tidur belempat, yah.. Ayah, papa, daddy, Yuan”

Chanyeol hanya terkekeh mendengarnya “Nanti ya, nak. Kapan-kapan”

“Kalo Yuan mau main gimana? Ayahh— Yuan punya banyak mainan, ada leggo, ada mobil, ada keleta, Yuan juga punya banyaaaaakkk kue pisaangg hehe papa buat setiap hali ayah suka kan?”

“Iya, sayang, nanti kapan-kapan ayah main lagi ya?”

“Besok?”

Chanyeol terdiam, ingin rasanya ia menyanggupi apa yang anaknya minta, hanya saja Chanyeol takut, Chanyeol takut Baekhyun merasa tidak nyaman hingga Chanyeol hanya tersenyum

“Liat nanti ya, kalo bisa besok ayah main”

“Ngg— oke”

Chanyeol tertawa kecil melihat bagaimana anaknya menunduk terlihat sendu “Senyum dulu dong”

“Kalo senyum, ayah main?”

Lagi, Chanyeol hanya bisa tersenyum sementara sang anak ikut tersenyum “Okeeehhh main lobottt atau kita jalan ya, yah?”

Chanyeol mengangguk spontan membuat bocah berumur dua tahun ini loncat merasa senang “Papa besok Yuan main ya?”

“Iya, liat ayah sibuk atau engga ya?” samar Chanyeol bisa mendengar suara Baekhyun di sebrang dan pria itu hanya bisa tersenyum mendengar bagimana lembutnya Baekhyun saat berbicara dengan anak mereka

“Okeehh ayahh jangan sibuk”

Chanyeol tertawa kecil namun mengangguk “Iya, sekarang Yuan tidur ya, udah malem, anak kecil gak bagus tidur malem-malem”

“Tapi besok main ya, Yah?”

“Liat nanti ya, sayang”

“Ng! Yuan bobo, dah ayahh kiss Yuan”

Menuruti keinginan sang anak, Chanyeol mencondongkan wajahnya membuat gesture seolah-olah tengah mencium putra satu-satunya itu dan setelahnya Yuan hanya tersenyum senang “Bye ayahh, Yuan bobo, dadah besok” dan setelahnya anak itu menjauh, menuruti apa yang ayahnya bicarakan, segera berbaring di samping Baekhyun yang masih terduduk di sisi ranjang dan mulai menjemput mimpi

Baekhyun diam untuk beberapa saat, sebelum pria mungil itu menarik nafas pelan dan mulai mengarahkan layar ponselnya ke arahnya dan saat itu juga suasana menjadi hening, begitu hening

Baekhyun menunduk, Baekhyun ingin bicara tapi ia sendiri tidak tahu apa yang ingin dia bicarakan sementara Chanyeol diam menatap wajah pria mungil di layar ponselnya, mencoba merekam baik-baik wajah yang begitu ia rindukan, rasanya ingin sekali Chanyeol memulai percakapan, mengatakan apa yang ia rasakan selama ini, sampai ingin rasanya ia mengatakan bahwa pria itu sangat mencintai Baekhyun

Tapi ia tahu, ia tidak pantas mengatakan apapun dan itu akan terdengar sangat tidak tahu diri, Baekhyun sendiri juga pasti akan membenci itu

Hingga yang Chanyeol lakukan hanya tetap diam, membiarkan panggilan terus terhubung, ia tidak akan memutus sambungan terlebih dahulu selagi ini menjadi kesempatan untuknya agar bisa memperhatikan si mungil yang ia cintai, namun dia juga tidak akan memulai percakapan apapun sampai Baekhyun adalah yang pertama kali melakukannya

Ia tidak ingin Baekhyun merasa tidak nyaman, karena itu Chanyeol membiarkan Baekhyun jadi penentu untuk apa yang akan dilakukan selanjutnya

“Mas?”

Baekhyun membuka suaranya dan Chanyeol dengan segera menunjukkan senyum lembutnya

“Kalau kamu gak sibuk— kamu bisa dateng ke sini, kamu bisa aja Yuan jalan-jalan...”

Baekhyun terlihat canggung dan bimbang, hal itulah yang membuat Chanyeol tersenyum tipis

“Kalau kamu gak nyaman, gapapa, saya gak akan ke sana, Yuan anak pintar, dia pasti ngerti kalau kita kasih dia pengertian pelan-pelan, saya...”

“Aku belum pernah liat Yuan seantusias itu—” Chanyeol terdiam hingga Baekhyun kembali bicara “—dia anaknya ceria, tapi aku gak pernah ngeliat dia seceria itu. Dia udah semangat banget ketemu kamu, mas, jangan sampe dia sedih karena merasa dibohongi, walaupun kamu emang gak janji apapun, tapi dia pasti bakal tetep ngerasa gitu”

Chanyeol lagi-lagi hanya diam, memilih untuk menjadi pihak yang mendengarkan selagi Baekhyun berbicara

“Buat Yuan, kamu gak perlu mikirin apa aku bakal merasa nyaman atau engga, Yuan adalah satu-satunya yang harus kamu pikirin, kalau Yuan seneng, aku juga seneng, lagian—”

Baekhyun masih menunduk, memilin kancing piyamanya merasa gugup sementara Chanyeol hanya tetap diam menatap sang pujaan hati dari layar dengan tatapan teduhnya

”—lagian kamu ayahnya, kamu punya hak buat main sama dia, kamu ke sini setiap hari juga gapapa, udah 2 tahun juga kalian gak pernah ketemu kan?”

Suasana kembali hening, entah kenapa Baekhyun sendiri juga tidak tahu bagaimana cara dia mengakhiri percakapan mereka, ia tidak ingin mengakui ini tapi di sudut hatinya ada perasaan bahwa ia masih ingin berbicara dengan mantan suaminya itu, hanya saja ia juga tidak tahu apalagi yang perlu mereka bicarakan

Cukup lama keduanya bertahan dalam keheningan, hingga Baekhyun mendengar deru suara mesin mobil di luar rumahnya, pria mungil itu menoleh tampak melihat ke arah jendela sebelum pandangannya berubah kali ini menatap Chanyeol agak ragu

“Kenapa, hyun?”

Baekhyun diam beberapa saat “Mas Jongin udah pulang”

Chanyeol diam, entahlah padahal ia tahu bahwa Jongin memang tinggal serumah dengan Baekhyun, tapi memang selalu menyakitkan untuk dibayangkan

Namun, pria itu tetap menunjukkan senyumannya “Yaudah, saya tutup telfonnya ya, makasih— karena kamu ngizinin saya buat facetime sama Yuan malam ini”

Baekhyun hanya mengangguk

“Saya tutup ya, Hyun”

Lagi, Baekhyun hanya mengangguk, hendak mematikan sambungannya sebelum suara Chanyeol menginterupsi pergerakannya

“Baekhyun?”

“Ya?”

“Besok— saya berarti boleh ajak Yuan pergi lagi ya?”

Baekhyun mengangguk

“Terima kasih— good night?”

Baekhyun terdiam beberapa saat sebelum kemudian hanya tersenyum tipis mengangguk sebagai respon dan akhirnya memutus sambungan terlebih dahulu sementara Chanyeol hanya tersenyum meletakkan ponselnya di atas nakas, sebelum kemudian berbaring untuk menjemput mimpinya