“Baekhyun?”

Pergerakannya terhenti ketika telinganya menangkap sebuah suara yang tak asing di pendengarannya, entah kenapa jantungnya berdebar dengan gila dalam waktu sekejap, dan gerakan pelan kepalanya menoleh

Dan benar saja, sosok pemilik suara tak asing itu, pemilik suara yang begitu ia rindukan, sosok pemilik suara yang pernah jadi suara kesukaannya berdiri di sana, di sampingnya tersenyum canggung

“Mas Chanyeol?”

Chanyeol tersenyum “Boleh saya gabung?”

Tidak langsung menjawab, Baekhyun dengan refleksnya melihat sekeliling tampak mencari sesuatu. Seolah paham dengan gerak-gerik mantan suaminya, Chanyeol kembali bersuara “Saya sendirian”

Baekhyun kembali menoleh menatap Chanyeol masih dengan senyumannya menatap Baekhyun penuh harap “Boleh?”

Dan Baekhyun tidak enak hati untuk mengatakan tidak jadi yang pria mungil itu lakukan hanyalah mengangguk kemudian membiarkan pria bermarga Park itu duduk di hadapannya

Baekhyun sendiri mencoba menetralkan detak jantungnya, berusaha untuk tidak terlihat gugup dan tetap tersenyum menatap mantan suami yang sekarang duduk di hadapannya

“Kamu mau pesen apa, mas? Biar aku pesenin”

“Iced americano aja sama croffle satu”

Baekhyun mengangguk memanggil salah satu pelayan cafe dan mulai menyebutkan pesanan Chanyeol, Chanyeol sendiri hanya tersenyum entah kenapa sedikitnya merasakan sedikit ketenangan melihat bagaimana Baekhyun terlihat begitu baik-baik saja

Setelah selesai memesan, Baekhyun hanya diam pun dengan Chanyeol yang juga diam tidak tahu bagaimana harus memulai percakapan

Merasa terlalu canggung dan hening, Baekhyun akhirnya menjadi orang pertama yang memecah keheningan

“Kamu di sini ngapain, mas? Makan siang?”

“Huh? Iya”

“Sendirian? Gak sama mas Sehun atau kak Elen?”

Chanyeol hanya tersenyum, jujur rasanya tidak nyaman mendengar bagaimana Baekhyun menyebut nama Elen, bukannya apa, hanya saja hal itu membuatnya kembali sedikit merasa bersalah

“Sehun udah ada janji makan sama divisinya, Elen lagi istirahat, beberapa hari belakangan perutnya sering kram”

Baekhyun hanya mengangguk mengerti, membiarkan keheningan kembali melanda keduanya dan kali ini Chanyeol yang membuka suaranya

“Kamu sendiri ngapain di sini? Sendirian juga?” kemudian matanya beralih menatap makanan juga minuman di depannya “Iced Americano?...” Chanyeol menatap Baekhyun dengan tatapan bertanya “...apa gapapa— untuk janin..”

Baekhyun mengangguk “Aku ke sini karena ngidam, gak tau kenapa adek pengen banget minum iced americano, sebenarnya mas Jongin udah bilang bagusnya dihindari, cuma ya gimana— namanya ngidam, rasanya mau nangis banget kalo gak dapet...”

Chanyeol terdiam, lagi dan lagi rasa bersalah menampar lubuk hatinya, juga ada rasa sesal ketika mengetahui bahwa dia tidak ada di sisi Baekhyun dan juga anak mereka di saat pria mungil itu kesulitan mengatasi keinginan bayi mereka, ada sedikit rasa sesal karena Chanyeol tidak bisa menjadi sosok untuk Baekhyun bergantung untuk membantunya

”...dan ya, aku sendirian, soalnya bunda lagi jalan sama temennya, mas Jongin udah terlanjur janji buat nemenin papa makan siang sama kolega bisnisnya— tapi aku cuma cicip-cicip aja kok, mas Jongin juga nyuruhnya minum sedikit, yg penting bisa dirasain di lidah, aku juga gak berani soalnya, takut ada apa-apa”

Dan Chanyeol merasakan nyeri ketika melihat bagaimana Baekhyun dengan senyumannya mengusap perutnya yang sedikit menonjol dengan tulus

Ada rasa iri di sana, ada keinginan untuk Chanyeol bisa duduk di samping mantan suaminya itu, ikut mengusap janin yang begitu mereka tunggu nyaris selama dua tahun

Tapi Chanyeol sadar, ia tidak berhak, apalagi dengan statusnya yang sekarang

“Sepuluh minggu ya sekarang?—” Baekhyun menoleh dan Chanyeol kembali melanjutkan perkataannya “—anak kita”

Tak dapat dipungkiri bahwa kini darahnya berdesir mendengar bagaimana Chanyeol menyematkan kata 'kita' saat menyebut tentang anak mereka, ada rasa haru dan rasa sesak yang secara bersamaan muncul di hatinya

Rasa itu kembali muncul, rasa ingin Chanyeol mengusap perutnya, rasa ingin Chanyeol berada di sisinya menemaninya

Namun, Baekhyun sadar itu hanya angannya dan rasanya begitu mustahil mengingat bagaimana Chanyeol dengan jelas memilih Elena dibanding dirinya

Baekhyun tersenyum pahit, mencoba menghalau air matanya yang hampir saja mengalir, berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja

“Iya, tapi besok udah sebelas minggu hehe cepet banget ya?”

Lagi, tangannya bergerak mengusap lembut perutnya sebelum suara Chanyeol lagi-lagi menginterupsi “Baekhyun, maaf...”

Baekhyun mendongak menatap Chanyeol yang kini memunduk dan Baekhyun bisa melihat dengan jelas bagaimana mantan suaminya itu terlihat terluka, ia tahu bahwa Chanyeol sedang berusaha untuk tidak menangis

“Saya tau saya sama sekali tidak pantas menunjukkan wajah saya di depan kamu tapi saya benar-benar menyesal— saya sudah bayak menyakiti kamu di saat semua yang kamu lakukan adalah mempertahankan pernikahan kita...”

Baekhyun masih diam, masih bertahan menatap Chanyeol yang tetap menunduk, terlalu malu untuk sekedar membalas manik indah yang begitu ia rindukan itu

”...saya mengkhianati kamu, saya mengecewakan kamu, saya— bahkan menghancurkan kamu di hari bahagia kita, di hari di mana kamu memberikan saya hadiah terindah yang pernah saya terima sepanjang hidup saya...”

Chanyeol mulai menitikkan air matanya, menunduk dalam “..saya benar-benar minta maaf, Baekhyun. Saya minta maaf...”

Dan Baekhyun juga menitikkan air matanya, mengingat hari-hari kelam dan masa sulitnya waktu itu, di mana satu-satunya hadiah yang ia harapkan di hari ulang tahun pernikahan mereka saat itu hanyalah senyum bahagia Chanyeol ketika menerima hadiah darinya, tapi kenyataannya justru kekecewaan yang ia dapatkan

Baekhyun tidak bisa untuk tidak mengingat bagaimana Chanyeol memilih orang lain dan melepasnya semudah itu di saat Baekhyun mati-matian mencoba mempertahankan pria itu

Rasanya sesak, tapi tidak memaafkan juga tidak akan mengembalikan semuanya kan? Dia juga harus berdamai untuk menyembuhkan lukanya, bukan?

Baekhyun menghapus air matanya pelan dan tersenyum

“Mas, sebelum kamu minta maaf, bahkan kalau kamu gak minta maaf sekalipun, aku udah maafin kamu—”

Kali ini Chanyeol mendongak, mendapati bagaimana Baekhyun tersenyum begitu lembut menatapnya

”—aku ngerti, namanya perasaan, itu gak bisa dipaksakan, bukan salah kamu kalau ternyata kamu gak bisa jatuh cinta sama aku, bukan salah kamu kalau pada akhirnya kamu ninggalin aku, karena mungkin aku masih banyak kurangnya untuk kamu....”

Chanyeol menggeleng “Engga, Hyun...”

”...kamu manusia, mas. Wajar, wajar ketika kamu merasa kurang dan mencoba mencari hal lain yang lebih sempurna, itu wajar”

Chanyeol diam menggeleng pelan merasa bersalah, namun Baekhyun tetap terasenyum membuat Chanyeol semakin merasa sesak

“Mas— aku gatau apa yang ada di pikiran kamu, aku gatau kenapa aku liat kamu keliatan menyesal sekarang, tapi kalau kamu merasa bersalah karena perceraian kita harus terjadi di saat aku lagi hamil, tolong jangan. Gapapa, aku baik-baik aja, kamu gak perlu merasa bersalah, ya? Ini udah keputusan kita bersama dan kamu gak perlu khawatir aku gak akan pernah benar-benar menjauhi kamu dari anak kita, kamu ayahnya, dia berhak kenal kamu begitupun juga kamu yang berhak berperan sebagai ayah untuk anak kita, cuma, memang kita yang harus tau batasan...”

Chanyeol menggeleng ingin sekali menyangkal bahwa dia bukan hanya menyesal karena perpisahan mereka terjadi di saat anak mereka hadir, tanpa kehadiran anak merekapun, Chanyeol mungkin tetap akan menyesal

Ia ingin sekali mengatakan bahwa ia merasa menyesal karena pada akhirnya ia menyadari perasaannya dengan terlambat, baru beberapa minggu tapi Chanyeol merasa sangat kehilangan, dirinya merasa hampa, dirinya merasa kosong, dirinya begitu merindukan Baekhyun di sisinya

Ia ingin mengatakan itu tapi rasanya begitu tidak pantas, rasanya seolah dia telah kehilangan kesempatan untuk mengatakan itu semua, rasanya terlalu menyesakkan hingga Chanyeol tidak sanggup mengatakan apapun

Sementara Baekhyun di sana hanya diam memandangi Chanyeol yang menunduk menangis pelan dan tanpa suara, jujur, dia sendiri merasakan sesak bukan main, tapi pria mungil itu mencoba menahannya, mencoba untuk kuat demi bisa berdamai dengan keadaan dan rasa sakitnya

Hingga notifikasi ponselnya berbunyi, Baekhyun melihatnya sebelum kepalanya menoleh mendapati Jongin berdiri tersenyum ke arahnya di depan kafe, Baekhyun balas tersenyum sebelum kemudian pria mungil kembali menatap mantan suaminya yang masih menunduk

“Mas?”

Mendengar suara lembut itu memanggil, Chanyeol menghapus air matanya pelan, mendongak menatap sendu wajah Baekhyun yang tersenyum tulus kepadanya

“Maaf, aku pulang duluan ya, mas Jongin udah jemput di depan”

Chanyeol mengangguk, mencoba tersenyum meski rasa tak rela ketika Baekhyun harus pergi dari hadapannya sekarang

“Makasih ya, Hyun, untuk segalanya, kebaikan kamu, ketulusan kamu—”

Baekhyun hanya mengangguk sebelum kemudian berdiri “Aku pergi dulu ya, mas” dan mulai berjalan keluar

Namun, belum lima langkah berjalan, kakinya berhenti, tampak berfikir beberapa saat sebelum kemudian berbalik menatap Chanyeol “Mas?”

Yang dipanggil menoleh

“Besok— jadwal rutin aku periksa kandungan...”

Baekhyun memberi jeda pada ucapannya sebelum melanjutkan “...kalau kamu mau, setiap selesai periksa, aku bakal kasih juga hasilnya ke kamu, biar kamu juga tau perkembangan anak kita—”

”—kamu mau?”

Chanyeol kembali menitikkan air matanya mengangguk menatap Baekhyun dengan haru “Mau, saya mau, Hyun”

Baekhyun tersenyum “Yaudah, pergi dulu ya, mas”

dan setelahnya Baekhyun melangkahkan kakinya menyusul Jongin di depan untuk pulang bersama meninggalkan Chanyeol yang kini sudah kembali menangis kembali menyesali dirinya yang dengan bodoh sudah menyia-nyiakan semua ketulusan yang Baekhyun berikan